BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
A.
Pengertian
Fiqh Siyasah
Secara
harfiyah (leksikal), fiqh mengandung arti tahu, paham,
dan mengerti. Arti ini dipakai secara khusus dalam bidang hukum agama atau
yurisprudensi Islam (menurut Ibnu al-Mandzur dalam Lisan al-'Arab. Menurut
istilah, fiqh (fikih) adalah ilmu atau pengetahuan tentang hukum-hukum
syaria't, yang bersifat amaliah (praktis), yang digali dari dalil-dalilnya yang
terperinci ( seperti pendapat Abu Zahrah, dibawah ini);
الفقه : العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من اد لتهاالثفصيلية.
Fiqh juga merupakan pengetahuan tentang hukum agama Islam
yang bersumber dari Al-Qur'an dan al-Sunnah yang disusun dengan jalan ijtihad.
Kata siyasah bersal dari akar kata ساس- سياســة yang artinya mengatur, mengendalikan, mengurus atau membuat
keputusan. Di dalam Kamus al-Munjid dan Lisan al-'Arab, kata siyasah kemudian
diartikan pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuat kebijakan, pengurusan,
pengawasan atau perekayasaan. Untuk selanjutnya al-siyasah kadang-kadang
diartikan, memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kemaslahatan.
Makna istilah, fiqh siyasah
atau siyasah al-syar\'iyyah diartikan sebagai berikut:
1. Menurut Ahmad Fathi;
1. Menurut Ahmad Fathi;
تد بير مصـــالح العباد على وفق الشرع
"Pengurusan
kemaslahatan umat manusia sesuai dengan ketentuan syara" (Ahmad Fathi
Bahantsi dalam al-siyasah al-jinaiyyah fi al-syari'at al-Islamiyah).
2. Menurut Ibnu'Aqil, dikutip dari
pendapat Ibnu al-Qoyyim, bahwa fiqh siyasah adalah;
"Perbuatan yang membawa manusia
lebih dekat pada kemalahatan (kesejahteraan) dan lebih jauh menghindari
mafsadah (keburukan/ kemerosotan), meskipun Rasul tidak menetapkannya dan wahyu
tidak membimbingnya".
3. Menurut Ibnu 'Abidin yang
dikutip oleh Ahmad Fathi adalah; kesejahteraan manusia dengan cara menunjukkan
jalan yang benar (selamat) baik di dalam urusan dunia maupun akhirat.
Dasar-dasar siyasah berasal dari Muhammad saw, baik tampil secara khusus maupun
secara umum, datang secara lahir maupun batin.
4. Menurut Abd Wahab al-Khallaf;
"Siyasah syar'iyyah adalah
pengurusan hal-hal yang bersifat umum bagi negara Islam dengan cara menjamin
perwujudan kemaslahatan dan menghindari kemadaratan (bahaya) dengan tidak
melampaui batas-batas syari'ah dan pokok-pokok syari'ah yang bersifat umum,
walaupun tidak sesuai dengan pendapat ulama-ulama Mujtahid".
Maksud Abd Wahab tentang masalah umum
negara antara lain adalah ;
a. Pengaturan perundangan-undangan
negara.
b. Kebijakan dalam harta benda
(kekayaan) dan keuangan.
c. Penetapan hukum, peradilan serta
kebijakan pelaksanaannya
d. Urusan dalam dan luar negeri.
5. Menurut Abd al-Rahman Taj;
siyasah syar'iyah adalah hukum-hukum yang mengatur kepentingan negara dan
mengorganisir urusan umat yang sejalandengan jiwa syari'at dan sesuai dengan dasar-dasarnya
yang universal (kully), untuk merealisasikan tujuan-tujuannya yang bersifat
kemasyarakatan, meskipun hal tersebuttidak ditunjukkan oleh nash-nash yang
terinci dalam Al-Qur'an maupun al-Sunnah.
6. Ibn Taimiyah menganggap bahwa
norma pokok dalam makna kontekstual ayat 58 dan 59 surat al-Nisa [3], tentang
dasar-dasar pemerintahan adalah unsur penting dalam format siyasah syar'iyah.
Ayat pertama berhubungan dengan penguasa, yang wajib menyampaikan amanatnya
kepada yang berhak dan menghukumi dengan adil, sedangkan ayat berikutnya
berkaitan dengan rakyat, baik militer maupun sipil, yang harus taat kepada
mereka. Jika meminjam istilah untuk negara kita adalah; Penguasa sepadan dengan
legislatif, yudikatif dan eksekutif (trias politika) dan rakyat atau warga negara.
7. Sesuai dengan pernyataan Ibn
al-Qayim, siyasah syar'iyah harus bertumpu kepada pola syari\'ah. Maksudnya
adalah semua pengendalian dan pengarahan umat harus diarahkan kepada moral dan
politis yang dapat mengantarkan manusia (sebagai warga negara) kedalam
kehidupan yang adil, ramah, maslahah dan hikmah. Pola yang berlawanan dari
keadilan menjadi dzalim, dari rahmat menjadi niqmat(kutukan), dari maslahat
menjadi mafsadat dan dari hikmah menjadi sia-sia.
Seperti halnya beberapa definisi di atas,
siyasah syar'iyah mengisyaratkan dua unsur penting yang berhubungan secara
timbal balik (kontrak sosial), yaitu
1). Penguasa atau yang mengatur
2). Rakyat atau warga negara
Dilihat dari norma-norma pokok yang
terlibat dalam proses siyasah syar'iyah ini, ilmu ini layak masuk kategori ilmu
politik. Hal ini sejalan dengan sinyalemen Wiryono Prodjodikoro: "Dua
unsur penting dalam bidang politik yaitu negara yang perintahnya bersifat
eksklusif dan unsur masyarakat". Pola siyasah syar'iyah dan politik
memiliki kemiripan jika dilihat secara umum. Akan tetapi jika diperhatikan dari
fungsinya mengandung peredaan. Menurut Ali Syari'ati siyasah syar'iyah memiliki
fungsi ganda yaitu khidmah (pelayanan) dan islah (arahan/bimbingan), sedangkan
politik berfungsi hanya untuk pelayanan (khidmah) semata-mata.
Kemudian siyasah dilihat dari
modelnya dibagi atas dua macam
a). Siyasah syar'iyah; siyasah yang
berorientasi pada nilai-nilai kewahyuan (syari'at) atau model politik yang
dihasilkan oleh pemikiran manusia yang berlandaskan etika agama dan moral
dengan memperhatikan prinsip-prinsip umum syari'at dalam mengatur manusia hidup
bermasyarakat dan bernegara
b). Siyasah wadh'iyah; siyasah yang
didasarkan atas pengalaman sejarah maupun adat istiadat atau semata-mata
dihasilkan dari akal pikir manusia dalam mengatur hidup bermasyarakat maupun
bernegara. Meskipun aplikasi siyasah syar'iyah dan siyasah wadh'iyah mengandung
perbedaan, tentu saja tidak harus diklaim bahwa siyasah syar'yyah harus
diberlakukan di negara-negara yang mayoritas muslim. Karena dalam pengalaman
empiris, dapat terjadi siyasah wadh'iyah dapat diterima oleh kaum muslimin,
seperti Indonesia.
Bidang siyasah syar'iyyah
prinsip-prinsip pokok yang menjadi acuan pengendalian dan pengarahan kehidupan
umat bertumpu pada rambu-rambu sayri'ah. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip
pokok dalam fiqih secara umum pula.
Rambu-rambu siyasah syar'iyyah adalah dalil-dalil kulliy, baik terdapat dalam Al-Qur'an maupun
al-Hadits, maqasid al-syari'ah, semangat ajaran (hikmat al-tasyri') dan kaidah-kaidah
kulliyah fiqhiyyah. Dengan demikian siyasah syar'iyyah juga disebut fiqh
siyasah.
1.2 Perumusan Masalah
A.
Apa saja
pembidangan fiqh siyasah ?
B.
Apa itu
konsep khilafah, imamah dan imarah ?
C.
Apa itu
konsep negara hak kewajiban imam dan rakyat ?
D.
Bagaimana kedudukan
fiqih siyasah dalam sistematika hukum
islam?
E.
Apa saja teori ketatanegaraan dalam islam ?
1.3 Tujuan Penulisan
A.
Menjelaskan
apa saja pembidangan fiqh siayasah.
B.
Menjelaskan
konsep – konsep Khilafah,
Imamah dan Imarah.
C.
Menjelaskan konsep negara hak kewajiban imam dan rakyat.
D.
Menjelaskan
teori ketatanegaraan dalam islam.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat
penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan kepada pembaca apa itu Fiqh
Siayasah secara garis besar dan mempresentasikannya .
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Pembidangan Fiqh Siyasah
Bidang fiqh siyasah meliputi
siyasah dusturiyyah, maliyyah dan dauliyyah, uraian tersbut :
1.
Siyasah Dusturiyyah; Makna dustur
adalah asas, dasar atau pembinaan. Secara istilah diartikan kumpulan kaidah
yang mengatur dasar dan hubungan kerja sama antara sesama anggota masyarakat
dalam sebuiah negara, baik tidak tertulis (konvensi) maupun yang tertulis
(konstitusi). Menurut Abdul Wahab Khallaf, prinsip-prinsip yang diletakkan
dalam pembuatan undang-undang dasar ini adalah jaminan atas hak-hak asasi
manusia setiap anggota masyarakat dan persamaan kedudukan semua orang di depan
hukum, tanpa membedakan status manusia. Atjep Jazuli mengupas ruang lingkup
bidang ini, menyangkut masalah hubungan timbal balik antara pemimpin dan rakyat
maupun lembaga-lembaga yang berada di dalamnya. Karena terlalu luas, kemudian
di arahkan pada bidang pengaturan dan perundang-undangan dalam persoalan kenegaraan. Lebih jauh Atjep Jazuli
mempetakan bidang siyasah dusturiyah dalam persoalan; a). imamah, hak dan
kewajibannya b). rakyat, hak dan kewajibannya c). bai'at d). waliyu al-'ahdi
e). perwakilan f). ahlu halli wa al-'aqdi dan g). wuzarah dan perbandingannya.
Ada juga yang membidangkan kajian siyasah dusturiyah menjadi empat macam:
a. Konstitusi; konstitusi disebut juga dusturi. Dalam konstitusi dibahas sumber-sumber dan kaedah perundang-undangan disuatu negara, baik berupa sumber material, sumber sejarah, sumber perundang-undangan maupun penafsiran. Sumber material adalah materi pokok undang-undang dasar. Inti sumber konstitusi ini adalahperaturan antara pemerintah dan rakyat. Latar belakang sejarah tidak dapat dilepaskan karena memiliki karakter khas suatu negara, dilihat dari pembentukan masyarakatnya, kebudayaan maupun politiknya, agar sejalan dengan aspirasi mereka. Pembentukan undang-undang dasar tersebut harus mempunyai landasan yang kuat, supaya mampu mengikat dan mengatur semua masyarakat. Penafsiran undang-undang merupakan otoritas ahli hukum yang mampu menjelaskan hal-hal tersebut. Misalnya UUD 1945.
b. Legislasi; atau kekuasaan legislatif, disebut juga al-sulthah al-tasyri\'iyyah; maksudnya adalah kekuasaan pemerintah Islam dalam membentuk dan menetapkan hukum. Kekuasaan ini merupakan salah satu kewenangan atau kekuasaan pemerintah Islam dalam mengatur masalah kenegaraan. Disamping itu ada kekuasaan lain seperti al-sulthah al-tanfidziyyah; kekuasaan eksekutif dan al-sulthah al-qadhaiyyah; kekuasaan yudikatif. Di Indonesia menggunakan model trias politica (istialah ini dipopulerkan oleh Montesquieu- Perancis, dan model kedaulatan rakyat yang dipopulerkan oleh JJ Rousseau- Swiss; suatu model kekuasaan yang didasari oleh perjanjian masyarakat, yang membela dan melindungi kekuasaan bersama di samping kekuasaan pribadi dan milik dari setiap orang. Tiga kekuasaan legislatif, yudikatif dan ekssekutif yang secara imbang menegaggkan teori demokrasi. Unsur-unsur legislasi dalam fiqh siyasah dapat dirumuskan sebagai berikut : a). Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dalam masyarkat Islam b). Masyarakat Islam yang akan melaksnakan c). Isi peraturan atau hukum yang sesuai dengan nilai dasar syari\'at Islam.
c. Ummah; disebut juga umat. Dalam konsep Islam, ummah diartikan dalam empat macam, yaitu a). bangsa, rakyat, kaum yang bersatu padu atas dasar iman/sabda Tuhan b). penganut suatu agama atau pengikut Nabi c) khalayak ramai dan d) umum, seluruh umat manusia. Orientalis Barat menganggap kata ummah tidak memiliki kata-kata yang sebanding dengannya, bukan nation (negara) atau nation state (negara-kebangsaan) lebih mirip dengan communuity (komunitas). Akan tetapi Abdul Rasyid Meton, guru besar dari Malaysia tetap menggap bahwa komunitas dengan ummah tidak sama. Community merupakan sekelompok masyarakat yang komunal memeliki persamaan kekerabatan, suku, budaya, wilayah dan bangsa, sedangkan ummah berlaku universal yang didasarkan persamaan agama, sehingga menembus ras, suku, bahasa maupun batas-batas geografis. Ummah diaktualisasikan melalui kesamaan ideologis yang disandarkan pada ke Esaan Allah yangterarah pada pencapaian kebahagiaan dunia akhirat. Kata-kata ummah yang bertumpu pada ajaran Al-Qur'an. Kata um berarti ibu sedangkan imam artinya pemimpin. Ibu dan pemimpin merupakan dua sosok yang menjadi tumpuan bagi seseorang masyarakat.
Menurut
'Ali Syari'ati; ummah memiliki tiga arti, yaitu gerakan, tujuan dan ketetapan
kesadaran. Makna selanjutnya adalah sekelompok orang yang berjuang menuju suatu
tujuan yang jelas. Jika dikontekstualisasikan dengan makna ummah dalam
terminologi makiyyah dan madaniyyah mempunyai arti sekelompok agama tawhid,
orang-orang kafir dan manusia seluruhnya. Quraisy Shihab mengartikan ummah,
sekelompok manusia yang mempunyai gerak dinamis, maju dengan gaya dan cara
tertentu yang mempunyai jalan tertentu serta membutuhkan waktu untuk
mencapainya. Dalam jangkauannya makna ummah juga berbeda dengan nasionalisme.
Nasionalisme sering diartikan ikatan yang berdasar atas persamaan tanah air,
wilayah, ras-suku, daerah dan hal-hal lain yang sempit yang kemudian
menumbuhkan sikap tribalisme (persamaan suku - bangsa) dan primodialisme
(paling diutamakan). Makna ummah lebih jauh dari itu. Abdul Rasyid kemudian
membandingkan antara nasionalisme dan ummah.
1. Ummah menekankan kesetiaan manusia
karena sisi kemanusiannya, sedangkan nasionalisme hanya kepada negara saja.
2. Legitimasi nalsionalisme adalah
negara dan institusi-institusinya, sedangkan ummah adalah syari'ah.
3. Ummah
diikat dengan tawhid (keesaan Allah), adapun nasionalisme berbasisetnik,
bahasa, ras dll.
4. Ummah bersifat universal,
sedangkan nasionalisme didasarkan teritorial.
5. Ummah berkonsep persaudaraan
kemanusiaan, adapun nasionalisme menolak kesatuan kemanusiaan.
6. Ummah menyatukan ummat
seluruh dunia Islam, sedangkan nasionalisme memisahkan manusia pada bentuk
negara-negara kebangsaan.
d. Syuro dan Demokarasi
Kata syuro akar kata dari syawara-
musyawaratan, artinya mengeluarkan madu dari sarang lebah. Kemudian dalam istilah
di Indonesia disebut musyawarah. Artinya segala sesuatu yang diambil dikeluarkan dari yang lain (dalam forum berunding) untuk
memperoleh kebaikan. Dalam Al-Qur'an kata syura ditampilkan dalam beberapa
ayat. Dalam QS [2] al-Baqarah: 233 berarti kesepakatan. Dalam 'Ali 'Imran
[3]:159 Nabi disuruh untuk bermusyawarah dengan para sahabatnya, berkenaan
peristiwa Uhud. Adapun QS al-Syura [42]:38 umat Islam ditandaskan agar
mementingkan musyawarah dalam berbagai persoalan. Format musyawarah dan
obyeknya yang bersifat teknis, diserahkan kepada ummat Islam untuk merekayasa
hal tersebut berdasarkan kepentingan dan kebutuhan. Menurut Quraisy Shihab,
orang yang diajak musyawarah, sesuai hadits Nabi disaat memberi nasihat kepada
'Ali : Hai 'Ali, jangan musyawarah dengan penakut, ia kan mempersulit jalan
keluar. Jangan dengan orang bakhil, karena dapat menghambat tujuanmu. Jangan
dengan orang yang ambisi, karena akan menutupi keburukan. Wahai 'Ali,
sesungguhnya takut, bakhil dan ambisi adalah bawaan yang sama, itu semua
bersumber kepada buruk sangka kepada Allah.
Etika bermusyawarah bila berpedoman kepada QS Ali-'Imran [3]: 159 kira-kira dapat disimpulan; a) bersikap lemah lembut b) mudah memberi maaf, jika terjadi perbedaan argumentasi yang sama-sama kuat dan c) tawakkal kepada Allah. Hasil akhir dari musywarah kemudian diaplikasikan dalam bentuk tindakan, yang dilakukan secara optimal, sedangkan hasilnya diserahkan kepada kekuasaan Allah swt.
Demokrasi, berasal dari bahasa Yunani demos artinya rakyat, kratein berarti pemerintahan. Kemudian dimaknai kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Abraham Lincoln selanjutnya mengartikan demokrasi adalah bentuk kekuasaan yang berasal dar rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Ciri ini mensyaratkan adanya partisipasi rakyat untuk memutuskan masalah serta mengontrol pemerintah yang berkuasa. Menurut Sadek J. Sulaiman demokrasi memiliki prinsip kesamaan antara seluruh manusia, tidak ada diskriminasi berdasarkan ras- suku, gender, agama ataupun status sosial. Sadek kemudian memerinci norma-norma demokrasi sebagai berikut :
Etika bermusyawarah bila berpedoman kepada QS Ali-'Imran [3]: 159 kira-kira dapat disimpulan; a) bersikap lemah lembut b) mudah memberi maaf, jika terjadi perbedaan argumentasi yang sama-sama kuat dan c) tawakkal kepada Allah. Hasil akhir dari musywarah kemudian diaplikasikan dalam bentuk tindakan, yang dilakukan secara optimal, sedangkan hasilnya diserahkan kepada kekuasaan Allah swt.
Demokrasi, berasal dari bahasa Yunani demos artinya rakyat, kratein berarti pemerintahan. Kemudian dimaknai kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Abraham Lincoln selanjutnya mengartikan demokrasi adalah bentuk kekuasaan yang berasal dar rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Ciri ini mensyaratkan adanya partisipasi rakyat untuk memutuskan masalah serta mengontrol pemerintah yang berkuasa. Menurut Sadek J. Sulaiman demokrasi memiliki prinsip kesamaan antara seluruh manusia, tidak ada diskriminasi berdasarkan ras- suku, gender, agama ataupun status sosial. Sadek kemudian memerinci norma-norma demokrasi sebagai berikut :
1. Kebebasan berbicara atau mengemukakan pendapat.
2.
Pelaksanaan pemilu (seperti di
Indonesia Luber dan Jurdil).
3.
Kekuasaan dipegang oleh mayoritas
dengan tidak mengenyampingkan minoritas.
4.
Parpol memainkan peranan penting
dalam negara, rakyat bebas menyalurkan aspirasi politiknya.
5.
Memisahkan kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif yang berdiri sejarar, sehingga cheks and balance dapat
diwujudkan.
6.
Setiap individu menjunjung tinggi
supremasi (tunduk dan taat di bawah) hukum, tanpa memandang status sosial/kedudukan.
7.
Individu atau kelompok bebas
melakukan melakukan perbuatan, bebas mempuinyai hak milik, tidak boleh diganggu
pihak lain.
2. Siyasah Dawliyyah; Siyasah
dawliyah adalah bagin dari fiqh siyasah yang membahas tentang hubungan satu
negara dengan negar lain. Perjanjian antar negara dan adat kebiasaan menjadi
dua sumber yang terpenting dalam hubungan damai antar negara tersebut. Dalam
kajian selanjutnya, hal ini dikenal dengan hubungan internasional. Pada mulanya
hubungan ini terjadi akibat perang, karena setiap negara wajib mempertahankan
eksistensinya dari serangan musuh. Di Cina dikenal dengan The great wall
(tembok besar). Menurut Ameer 'Ali; terdapat perjanjian antara Fir'aun raja
Mesir dengan raja Kheta di Asia kecil, tentang pemberhentian peperangan dan
ekstradisi. Kekuasaan Ramawi menampilkan sikap bahwa keturunan mereka lebih
unggul. Dalam bidang hukum lahir istilah ius civil dan ius gentium (rakyat dan
bangsawan). Dalam dunia Islam dikenal orang yang dianggap ahli dibidang hukum
internasional, yaitu Muhammad ibn Hasan Al-Syaibaini (132 H / 189 H) murid Abu Hanifah dan guru Al-Syafi'i menyusun buku Al-siyar Al-Kabir, diantara isinya : a) status
orang asing dan perlakuannya b) para duta besar c) negara dibagi menjadi damai,
netral dan negera yang menyerang. d) wajib mentaati perjanjian e) etika dalam
perang f) hal-hal yang berkaitan dengan hukum perdata internasional.
Dasar-dasar siyasah dawliyah adalah :
a. Kesatuan umat manusia, sesuai
aspirasi QS Al-Baqarah : 213, Al-Nisa : 1 Al-Hujurat : 13.
b. Al-'Adalah (keadilan) , keadilan
dapat diwujudkan jika didasari oleh pemahaman manusia tentang perlunya hidup
berdampingan antar manusia maupun antar berbagai negara QS Al-Maidah: 8,
Al-Nisa : 135.
c. Kehormatan manusia (karomah
insaniyyah), dipahami sebagai bentuk penghormatan kepada setiap manusia dengan
tidak membeda-bedakan yang lain QS al-Isra : 70 dan Al-Hujarat : 11.
d. Toleransi (Tasamuh), sikap
bijaksana, pemaaf dan menghindari sikap dendam QS Fushshilat : 34 dan al-Nahl :
126-127.
e. Kerjasama, hal ini
diperlukan karena manusia memilki sifat ketergantungan kepada orang lain (negara lain).
f. Al-Hurriyah (kemerdekaan),
kemerdekaan yang diawali oleh individu yang selalu dibimbing keimanan. Bukan
bebas mutlak, akan tetapi bertanggung jawab terhadap Allah, untuk keselamatan
manusia di muka bumi. Islam memberi ruang yang cukup luas untuk bebas berfikir,
beragama, menyampaikan pendapat, menuntut ilmu serta mempunyai harta ? benda.
g. Al-Akhlaq Al-Karimah (moralitas
yang baik); hubungan baik antar manusia, antar ummat, antar bangsa bahkan
bersikap baik terhadap semua makhluk Allah seperti flora dan fauna.
Pembagian Dunia menurut Prof. Atjep
Jazuli dibagi dua macam:
1. Al-'Alam Islami (dunia Islam) dibagi dua macam: a) Dawlah Islmiyah/ Islamic States. b) Daldah Islamiyah (negeri muslim/negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam/Muslim Countries).
1. Al-'Alam Islami (dunia Islam) dibagi dua macam: a) Dawlah Islmiyah/ Islamic States. b) Daldah Islamiyah (negeri muslim/negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam/Muslim Countries).
2. Al-'alam al-ahdi; negara-negara
yang mengikat perdamaian dengan negara Islam. Dalam konsep Islam perang
dianjurkan karena terpaksa, yang paling diutamakan adalah siyasah dawliyah
yaitu penerapan fungsi-fungi kebersamaan dalam hidup bertetangga dalam antar
negara. Jihad diarahkan pada perjuangan pemperdalam sains dan ilmu pengetahuan.
3. Siyasah Maliyah; siyasah
maliyah merupakan salah satu pilar penting dalam sistem pemerintahan Islam yang
mengatur anggaran pendapat dan belanja negara. Dalam kajian ini dibahas
sumber-sumber pendapatan negara dan pos-pos pengeluarannya. Menurut Hasbi,
sumber-sumber yang ditetapkan syara' adalah khumus al-ghanaim (seperlima
rampasan perang), sedekah dan kharaj. Abu Yusup menggunakan istilah dalam hal ini,
zakat, khumus al-ghanaim, al-fai', jizyah, 'usyur al-tijarah, pajak dan
sumber-sumber lainnya.
a. Zakat, adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh pemilik yang memiliki persyaratan, diberikan kepada yang berhak menerimanya. Salah satunya untuk fi sabi lil Allah.
a. Zakat, adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh pemilik yang memiliki persyaratan, diberikan kepada yang berhak menerimanya. Salah satunya untuk fi sabi lil Allah.
b. Khumus al-Ghanaim 1/5
rampasan perang. Islam membolehkan umatnya untuk merampas harta musuh. Pengaturannya
diatur berdasarkan Al-Qur'an maupun hadits Nabi.
c. Fai' adalah harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan, seperti kewajiban dari kafir dzimi yang harus dikeluarkan berdasarkan perjanjian. Pos yang harus disantuni hampir sama dengan ghanimah.
d. Jizyah adalah pajak kepala yang dibayarkan oleh penduduk dar al-Islam. Ini adalah wujud loyalitas mereka serta perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Islam.
c. Fai' adalah harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan, seperti kewajiban dari kafir dzimi yang harus dikeluarkan berdasarkan perjanjian. Pos yang harus disantuni hampir sama dengan ghanimah.
d. Jizyah adalah pajak kepala yang dibayarkan oleh penduduk dar al-Islam. Ini adalah wujud loyalitas mereka serta perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Islam.
e. 'Usyur al-Tijarah,
sepersepuluh dari pajak perdagangan yang pada pedagang non muslim yang
melakukan bisnis di negara Islam. Model ini pernah dilakukan pada masa 'Umar
ibn Khattab.
f. Kharaj, dapat diartikan pajak tanah. Dibebankan kepada pemilik non muslim dalam hal-hal tertentu. Juga dapat dibebankan kepada umat Islam. Kharaj hampir sama dengan upeti. Kharaj pertama dilakukan setelah terjadi Perang Khaibar. Yahudi Khaibar harus mengeluarkan kharaj dari sebagian hasil tanah mereka kepada muslimin.
f. Kharaj, dapat diartikan pajak tanah. Dibebankan kepada pemilik non muslim dalam hal-hal tertentu. Juga dapat dibebankan kepada umat Islam. Kharaj hampir sama dengan upeti. Kharaj pertama dilakukan setelah terjadi Perang Khaibar. Yahudi Khaibar harus mengeluarkan kharaj dari sebagian hasil tanah mereka kepada muslimin.
2.2 Konsep Khilafah, Imamah dan Imarah
Dalam kajian fiqh siyasah khilafah
berarti seorang yang menggantikan orang lain sebagai penggantinya. Istilah
khilafah dipergunakan untuk masa pemeintahan khalifah, seperti Khalifah Abu
Bakar, Umar dan seterusnya. Pengertian imamah diartikan keimaman, kepemimpinan
pemerintahan. Istilah imarat diartikan keamiran pemerintahan. Imarat
selanjutnya dipergunakan untuk jabatan amir dalam suatu negara kecil (bagian)
yang berdaulat untuk melaksanakan pemerintahan oleh seorang amir. Makana
selanjutnya imamah selanjutnya disamakan dengan khilafah. Dua istilah ini
memiliki arti sama yaitu kepemimpinan tertinggi dalam negara Islam. Untuk
khilafah disebut khalifah, imamah disebut Imam dan imarah kemudian disebut
Amir.. Istilah Imam banyak dipergunakan kalangan Syi\'ah dan Khalifah untuk
kalangan sunni. Kalangan sunni yang mempergunakan teori ini diantara Abu Hasan
Al-Mawardi. Kalangan modernis adalah 'Abd Qadir 'Audah dan Rasyid Ridha. Para
fuqaha dalam menggunakan terminologi imamah dan khilafah dititik beratkan
peranannya pada
a)
mempertahankan eksistensi ajaran agama Islam dengan melaksankan hukum-hukumnya .
b)
menjalankan pemerintahan sesuai dengan garis-garis yang telah ditetapkan
syara'.
Pandangan
Al-Mawardi yang dikokohkan oleh 'Audah, bahwa imamah dan khilafah memiliki
tugas memimpin umat secara umum dalam masalah-masalah keduniaan dan keagamaan,
sebagai pengganti kedudukan Nabi Muhammad saw dalam rangka mengemban missi
keumatan. Islam tidak memandang ada pemisahan terhadap missi religius dan
politik. Dua-duanya melekat tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini berlaku
hingga awal abad 20. Pada saat Turki Usmani melemah, Mustafa Kemal Attaruk
(1924) sebagai tokoh yang dianggap pelopor sekuler, memisahkan dua kehidupan
tersebut, kemudian diikuti oleh Thaha Husein. Kata amir berasal dari amira yang
artinya menjadi amir; pemimpin (qaid 'adzim). Dalam kamus Inggris dimaknai
\"orang yang memerintah\", komandan, kepala dan raja. Kemudian amir
diartikan \"seorang penguasa yang melaksanakan urusan\". Bentuk
jamaknya umara artinya para penguasa, para pemimpin, para komandan. Dalam
Al-Qur'an ditemukan ulil amri. Istilah ini kemudian dipergunakan untuk gelar
jabatan-jabatan penting yang bervariasi dalam sejarah pemerintahan Islam.
Seperti amir al-mukminin, amir al-muslimin. Kadang-kadang hanya mempergunakan
amir saja. Secara resmi istilah amir muncul pertama kali pada pertemuan di
Balai Saqifah untuk musyawarah, membahas pengganti Nabi saw setelah wafat.
2.3 Konsep Negara Hak Kewajiban Imam dan Rakyat
1. Negara
Negara menurut
beberapa ahli diartikan :
a. Menurut
DR. Bonar, negara adalah suatu kesatuan hukum yang bersifat langgeng, yang
didalamnya mencakup hak institusi sosial yang melaksanakan kekuasaan hukum
secara khusus dalam menangani masyarakat yang tinggal dalam wilayah tertentu,
dan negara memiliki hak kedaulatan, baik dengan kehendaknya sendiri maupun
dengan jalan penggunaan kekuatan fisik yang dimilikinya.
b. Wahid
Ra\'fat ahli hukum Mesir mengartikan ; negara adalah sekumpulan besar
masyarakat yang tinggal pada suatu wilayah tertentu yang tunduk kepada suatu
pemerintahan yang teratur yang bertanggung jawab memelihara eksistensi
masyaraktnya, mengurus kepentingan dan kemaslahatan umum.
c.
Holanda, doktor berkebangsaan Inggris; negara adalah kumpulan dari individu
yang tinggal di suatu wilayah tertentu yang bersedia tunduk pada kekuasaan
mayoritas atau kekuasaan satu golongan dalam masyarakat.
Secara spesifik Mac Iver merumuskan, suatu negara harus memiliki tiga unsur penting; pemerintahan, komunitas (rakyat-umat) dan wilayah tertentu. Tiga untus tersebut harus ditunjang oleh srana lain, seperti konstitusi dan pengakuan dunia internasional. Dalam konsep Islam negara dianggap sebagai alat. Hukum mendirikan negara adalah wajib (fardu kifayah). Imam Ghazali berpendapat, agama adalah landasan bagi kehidupan manusia dan kekuasan politik (negara) adalah penjaganya. Keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Politik tanpa agama hancur, agama tanpa politik dapat hilang. Ibnu Taimiyah, tidak sependapat bahwa mendirikan negara wajib sebagai ijma ulama. Negara akan sejahtera jika umat dan pemimpin kuat. Mendirikan negara sebagai kebutuhan praktis. Abd Qadir 'Audah (ikhwan al-muslimin) mengemukakan enam syarat mendirikan negara a) khilafah atau imamah adalah sunnah fi'liyah Rasul. b) umat Islam, khususnya sahabat setelah Nabi wafat ijma' untuk mecari pengganti. c) wajib syar'i, jika dipandang mendirikan kemaslahatan dan menolak bahya harus melalui proses politik d) nash Al-Qur'an maupun hadits mengisyaratkan pendirian negara e) umat Islam adalah satu kesatuan f) umat harus patuh kepada pemimpin.
2. Kewajiban dan hak-hak imam
Menurut
Al-Mawardi kewajian Imam adalah:
a.
Memelihara agama, dasar-dasarnya yang telah ditetapkan dan apa-apa yang telah disepakati oleh umat salaf.
b. Melaksanakan hukum-hukum
diantara orang-orang yang bersengketa dan menyelesaikan perselisihan, sehingga
keadilan terlaksana secara umum.
c.
Memelihara dan menjaga keamanan agar manusia dapat dengan tenteram dan tenang
berusaha mencari kehidupan, serta dapat bepergian dengan aman, tanpa ada
gangguan terhadap jiwanya atau hartanya.
d. Menegakkan hukum-hukum Allah,
agar manusia tidak melanggar hukum.
e. Menjaga
tapal batas dengan kekuatan yang cukup.
f.
Memerangi orang yang menentang Islam, setelah dilakukan dakwal lebih awal.
g. Memungut fai dan shadaqah-shadaqah sesuai dengan ketentuan syara'.
g. Memungut fai dan shadaqah-shadaqah sesuai dengan ketentuan syara'.
h.
Menetapkan kadar-kadar tertentu pemebrian untuk orang-orang yang berhak
menerimanya.
i. Menggunakan orang-orang yang
dapat dipercaya dan jujur untuk melaksanakan tugas-tugas negara.
3. Melaksakan tugas sendiri terhadap pembinaan umat dan
menjaga agama.
Kewajiban-kewajiban imam di atas, yang merupakan hak balik untuk rakyat, menurut Atjep Jazuli dapat dipersingkat. Imam diidentikan dengan ulil amri (dapat disebut eksekutif), dengan demikian kewajiban imam-eksekutip mampu menjaga dan melindungi hak-hak rakyat, seperti hak asasi, hak milik, hak hidup, hak mengemukakan pendapat, hak mendapat penghasilan, hak beragama dll. Hak-hak tersebut dapat diaplikasikan dalam tiga rumusan a) hak-hak yang bersifat dharury (primer), seperti hifdu al-din, hifdzu al-'aql, hifdzu al-nasl'iridh, hifdzu al-mal dan hifdzu al-ummah,yang dilaksanakan dalam pengertian yang luas. Hifdzu al-mal dapat diartikan ulil amri wajib mensejahterakan rakyatnya dalam bidang pangan, sandang, papan dan kebutuhan lain yang bersifat primer. b) hak-hak yang bersifat haji (sekunder), yang mengarah pada kemudahan-kemudahan untuk memperoleh poin a diatas c) hak-hak yang bersifat tahsini yang mengarah pada terpeiharanya rasa keindahan dan seni sesuai rambu-rambu ajaran Islam.
Kewajiban-kewajiban imam di atas, yang merupakan hak balik untuk rakyat, menurut Atjep Jazuli dapat dipersingkat. Imam diidentikan dengan ulil amri (dapat disebut eksekutif), dengan demikian kewajiban imam-eksekutip mampu menjaga dan melindungi hak-hak rakyat, seperti hak asasi, hak milik, hak hidup, hak mengemukakan pendapat, hak mendapat penghasilan, hak beragama dll. Hak-hak tersebut dapat diaplikasikan dalam tiga rumusan a) hak-hak yang bersifat dharury (primer), seperti hifdu al-din, hifdzu al-'aql, hifdzu al-nasl'iridh, hifdzu al-mal dan hifdzu al-ummah,yang dilaksanakan dalam pengertian yang luas. Hifdzu al-mal dapat diartikan ulil amri wajib mensejahterakan rakyatnya dalam bidang pangan, sandang, papan dan kebutuhan lain yang bersifat primer. b) hak-hak yang bersifat haji (sekunder), yang mengarah pada kemudahan-kemudahan untuk memperoleh poin a diatas c) hak-hak yang bersifat tahsini yang mengarah pada terpeiharanya rasa keindahan dan seni sesuai rambu-rambu ajaran Islam.
Hak-hak Imam : Al-Mawardi berpendapat, Imam memiliki hak-hak yang harus diberikan oleh negara-masyarakat, sebagai akibat imam menjalankan kewajiban-kewajibannya. Beberapa hak yang harus diperolehnya dari rakyat adalah:
1. Wajib
ditaati dan dibantu, mendapat dukungan dari rakyat (partisipasi rakyat).
2. Mendapat gaji dari bait al-mal, seperti halnya Abu Bakar setelah dilantik menjadi khalifah sekitar 6 bulan, beliau masih berdagang di pasar. Kemudian para sahabat musyawarah untuk menggajinya. Imam (ulil amri), juga mempunyai kewajian-kewajian yang diarahkan untuk kepentingan hak rakyat. Menurut Abu A'la Al-Mawdudi beberapa hak rakyat adalah sebagai berikut :
2. Mendapat gaji dari bait al-mal, seperti halnya Abu Bakar setelah dilantik menjadi khalifah sekitar 6 bulan, beliau masih berdagang di pasar. Kemudian para sahabat musyawarah untuk menggajinya. Imam (ulil amri), juga mempunyai kewajian-kewajian yang diarahkan untuk kepentingan hak rakyat. Menurut Abu A'la Al-Mawdudi beberapa hak rakyat adalah sebagai berikut :
1.
Mendapat perlindungan hidup, harta
maupun kehormatannya.
2. Perlindungan kebebasan
pribadi.
3.
Terjamin kebutuhan pokok hidupnya, serta tidak membedakan status sosial maupun
agama.
2.4 Teori Ketatanegaraan Dalam Islam
Konsep teori politik Sunni;
1. Nasbu al-imam (mengangkat khalifah) adalah wajib
syari’.
2. Cenderung pro kepada pemerintah (status quo),
membela dan mempertahankan kekuasaan. Kadang menjadi alat legitimasi klalifah.
Teori ini cukup beralasan karena bangunan kekuasaan pada saat itu ditokohi oleh
kelompok yang kemudian hari disebut ahlu sunnah wa al-jama\'ah. Kalangan sunni
umumnya melarang rakyat memberontak kepada penguasa, meskipun dzalim. Ibnu
Taimiyah berpendapat; enam puluh tahun dibawah penguasa dzalim lebih baik dari
pada sehari tanpa pemimpin. Akan tetapi jika kekuasaan dapat dipegang umat
Islam, maka kedudukan penguasa sangat penting, karena unutk menjamin jiwa dan
harta serta pemberlakuan hukum-hukum Tuhan.
3. Kekuasaan khalifah adalah dari Tuhan. Khalifah
adalah wakil Tuhan di bumi. Karena itu kekuasaannya dianggap mutlak. Dalam
sejarah, khalifah pertma kali yang mempopulerkan dirinya sebagi khalifah fi
al-ardi (wakil tuhan) adalah Abu Ja\'far al-Manshur dari Abbasiyah. Pandangan
ini sejalan dengan pendapat Ibn Abi Rabi\' yang hidup abad ke 3 M/9 H pada masa
al-Mu\'tashim dari Abasiyah (ke 8). Klalifah harus dihormati dan ditaati (wajib
di taati), karena ia menduduki jabatan istimewa di muka bumi. Hak-hak khalifah
atas rakyatnya dilegitimasi Q.S al-An\'am [6];165 dan Q.S al-Nisa [4]; 59.
وهو الذى جعلكم خلئف الأرض ورفع بعضكم فوق بعض ...
يأيها الذين أمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولى الأمر منكم ...
Imam ghazali
(1058-1111 M) sependapat dengan teori tadi. Sumber kekuasaan
adalah Tuhan,
kekuasaan-Nya dilimpahkan kepadanya yang bersifat suci (muqaddas). Pembentukan negara menurut al-Ghazali berdasarkan syar'iah. Ajaran
agama mustahil dapat hidup disuatu negara yang tidak dipegang khalifah. Agama
sebagai landasan basis kehidupan manusia, sedangkang politik sebagai penjaganya.
Saat khulafa al-Rasyidun memerintah tidak ada wacana seperti diatas. Abu Bakar lebih senang disebut Khaliafatu al-Rasul. 'Umar senang diberi gelar Amir al-Mukminin. Sebelum risalah rasul, konsep penguasa sebagai wakil tuhan sudah berjalan berabad-abad. Kekuasaannya dianggap mutlak.
Saat khulafa al-Rasyidun memerintah tidak ada wacana seperti diatas. Abu Bakar lebih senang disebut Khaliafatu al-Rasul. 'Umar senang diberi gelar Amir al-Mukminin. Sebelum risalah rasul, konsep penguasa sebagai wakil tuhan sudah berjalan berabad-abad. Kekuasaannya dianggap mutlak.
4. Kekuasaan kepala negara sakral;
menurut Ibn Rabi\', Ibn Taimiyah dan al-Ghazali, kepada negara tidak dapat
diturunkan, karena kekuasaannya tidak terbatas. Taimiyah berpendapat ;rakyat
haram melakukan pemberontakan kepada penguasa kafir, selama menjalankan
keadilan dan tidak menyuruh berbuat maksiat.
Berbeda dengan al-Mawardi (975-1059 M), Ia berpendapat kekuasaan kepala negara terjadi karena kontrak sosial dengan rakyatnya, sehingga lahir hak dan kewajiban secara timbal balik. Rakyat berhak menurunkan kepala negara jika ia tidak mampu melaksanakan pemerintahannya. Rakyat wajib tunduk kepada kepala negara yang dipilih baik adil maupun fajir. Tetapi al-Mawardi tidak menentukan mekanisme menurunkan kepala negara. Penyimpangan kepala negara tidak secara otomatis menurunkannya jika ia mampu mendukung tindakannya secara logis.
Berbeda dengan al-Mawardi (975-1059 M), Ia berpendapat kekuasaan kepala negara terjadi karena kontrak sosial dengan rakyatnya, sehingga lahir hak dan kewajiban secara timbal balik. Rakyat berhak menurunkan kepala negara jika ia tidak mampu melaksanakan pemerintahannya. Rakyat wajib tunduk kepada kepala negara yang dipilih baik adil maupun fajir. Tetapi al-Mawardi tidak menentukan mekanisme menurunkan kepala negara. Penyimpangan kepala negara tidak secara otomatis menurunkannya jika ia mampu mendukung tindakannya secara logis.
5. Suku Qurais ; sebagai syarat kepala
negara. Ada hadits yang menjelaskan ketentuan dinasti dalam wacana ini, seperti
riwayat Abi Barzah dari Rasul, beliau bersabda :
الأ ئمة من قريش ...
pimpinan harus dari
keturunan Quraisy?. Para tokoh yang memegang teori ini adalah Imam Ghazali,
al-Juwaini, al-Baqillani dan al-Mawardi. Ibnu Abi Rabi? secara jelas tidak
mensyaratkan suku Quraisy, akan tetapi dia sebagai penulis yang mengagungkan
martabat khalifah di saat suku ini mengalami puncak kejayaannya, yaitu bani
Abbas. Bahkan Rasyid Ridlo yang hidup di masa moderen masih menekankan syarat
ini.
Ibnu Khaldun (1332-1406 M) salah satu tokoh sunni yang berbeda. Ia tidak menekankan suku Quraisy menjadi sarat pokok kepala negara. Alasannya, pada saat itu diakui bahwa suku ini memiliki kekuatan dan kemampuan yang disegani di wilayah Arab. Suku ini memiliki ?ashabiyah (solidaritas) yang cukup tinggi. Khaldun selanjutnya mengungkap, boleh bagi suku non Quraisy untuk menjadi kepala negara asal mempunyai kemampuan. Khaldun mempunyai penafsiran yang longgar dalam memahami hadits di atas.
6. Musyawarah; adalah merupakan konsep
dasar dari demokrasi. Berlandaskan ajaran QS ?Ali ?Imran [4]; 159 dan QS
al-Syura [42]: 38. Wa syawirhum fi al-amri dan ?wa amruhum syura bainahum?.
Ajaran musyawarah sebenarnya sudah dipelopori oleh Rasul dan diikuti oleh
Khulafa al-Rasyidun dalam menentukan proses politik. Ajaran ini rupanya di amandir
oleh Dinasti Bani Umayyah dan diikuti oleh Bani Abbasiyah yang lebih banyak
bersifat monarkhi (kerajaan). Ibnu Taimiyyah membahas konsep syura dalam teori
politiknya, akan tetapi konsep dasar syura tidak dirinci secara mendetail,
seperti mekanisme pelaksanaan syura dan peranan anggota masyarakat dalam
mengontrol kekuasaan.
7. Ahlu al-halli wa al-aqdi; lembaga
parlemen atau lembaga perwakilan. Al-Mawardi adalah salah satu tokoh sunni yang
mengajukan teori ini. Kepala negara diangkat oleh lembaga ini. Lembaga ini
harus memiliki perysratan adil, mempunyai wawasan yang luas, peduli dalam
perspektif maslahah umat. Tetapi teori ini tidak didukung oleh piranti yang
lengkap seperti, siapa orang yang dapat diangkat menjadi ahlu halli wa al-aqdi,
bagaimana cara mengangkat anggota lembaga ini.
Sisi-sisi kelemahan teori-teori kenegaraan sunni,
sisi-sisi kelemahan teori ini adalah ;
a. Kepatuhan rakyat secara mutlak terhadap kepala
negara menjadikan lembaga-lembaga lain mejadi lemah. Ahlu halli wal aqdi
berfungsi sebagai kaum elit politik yang menjadi alat legitimasi kekuasaan.
Lembaga syura dianggap mesin rekayasa kekuasaan. Penguasa cenderung otoriter.
b. Hak-hak anggota masyarakat hilang.
Konsep
teori politik Syi’ah.
1.
Nasbu al-imamah
adalah bukan wajib syar’i tapi masalah prinsip .Kelompok syi’ah
lahir sebagai bentuk protes dari kelompok minoritas ke mayoritas kalangan
sunni. Golongan ini pecah menjadi beberapa kelompok disebabkan karena salah
satu perbedaan yang mendasar tentang sifat imam ma’sum atau non ma?sum serta
siapa yang berhak menjadi penganti imam. Intisarinya Syi’ah
dibagi tiga macam a) moderat b) ekstrim dan c) diantara keduanya (tengah).
Kalangan moderat bernaggapan bahwa Ali sebagai manusia biasa. Mereka mengakui
kehalifahan sebelumnya. Kelompok ekstrim meyakini bahwa Ali ma’sum
dan sebagai Nabi pengganti Muhammad saw. Ada yang meyakini sebagai penjelmaan
tuhan. Golongan tengah menganggap ?Ali sebagai pewaris jabatan khalifah yang
sah, tidak memperlakukan Ali sebagai nabi. Ada tiga sekte besar syi’ah yang
berpengaruh sampai sekarang yaitu a) Syi’ah Zaidiyyah, dipimpin
oleh ibn Ali, b) Syi’ah Ismailiyyah (sa’biyah)dari
cucu Husain Moch. Al-Baqir , Ja’far al-Shadiq dan
Ismailiyah dan c) Syi’ah Imamiyah (Isna ‘Asyariyah),
dumulai dari Musa al-Kazhim anak Ja’far, Ali al-Ridha anaknya
dan ?Ali al-Hadi anak Ridho, Hasan al-Askari dan Muhammad al-Mahdi.
2.
Ahlu
al-Bait; Salah satu ideologi yang dibangun adalah Ali ibn Abi Thalib orang yang
berhak menjadi khalifah setelah Rasul saw wafat (ahlu al-bait). Sebagian golongan
ini menganggap Abu Bakar ra dan ?Umar ibn Khattab merebut khalifah. Pendirian
imam Syiah atas dasar turun temurun.
3. Kepala negara adalah al-Imam (lalu
disebut imamah), bukan khalifah dan ia adalah ma’sum
(terjaga dari dosa). Kalangan syi?ah imamiyah menganggap imamah adalah salah
satu rukun iman. Konsep-konsep pokok skte-sekte Syi’ah:
a). Sekte Zaidiyyah :
a). Sekte Zaidiyyah :
1) Nabi tidak mengatakan/wasiat
atas penunjukan kepada ?Ali sebagai khalifah. Nabi hanya menyebutkan
sifat-sifat Ali yang takwa, alim, zahid, pemberani dan pemurah. Mereka menerima
khehalifahan sebelumnya. Ali afdhal Abu Bakar dan Umar mafdhul. Tetapi umat
pada saat itu dapat menerima Abu Bakar dan Umar sebagai khalifah. Pengangkatan
imam berdasarkan kesepakatan umat Islam.
2) Imam tidak ma’sum.
3) Tidak mengakui kegaiban imam.
4)
Jumlah imam 5 orang, ada isyarat imamah kepada Ali, ali afdhal dan yang lain mafdhul. Tidak
ada ma’sum, ghaib maupun intidhar dalam imamah.
b).
Sekte Ismailiyah dan Imamiyah;
1. Imamah setelah Rasul wafat adalah ?Ali
berdasarkan ketentuan dan wasiat Nabi Muhammad saw.
2.
Imam adalah ma’sum, Menurui Ismailiyah imam tidak mungkin berbuat
salah ataupun berbuat dosa. Mereka meyakini syariat ada yang tersurat dan
tersirat. Syariat terserat disampaikan kepada umumnya umat manusia, sedangkan
yang tersirat khusus hanya kepada ?Ali ibn Abi Thalib dan berlaku secara turun
temurun. Mereka mengetahui makna lahir dan batin ajaran al-Qur?an maupun hadits
Rasul. Kalangan Imamiyah menganggap kema?suman imam terjaga dari berbuat
salah/dosa. Imam yang mengetahui makna syariat secara lahir dan batin (melalui
takwil). Imam harus ditunjuk dari langit. Mempunyai otoritas lahir dan
ruhaniyah dalam menafsirkan syariat, karena itu harus terpelihara dari salah/dosa.
Ismailiyah jumlah imam 7, ada wasita yang jelas kepala Ali untuk jabatan
khalifah. Imam ma’sum. Ada doktrin imam ghaib al-muntadhar. Imamiyah mempunyai
imam 12, ada wasiat dalam hadits secara tegas untuk Ali. Imam ma’sum
dan doktrin imam gaib al-muntadhar.
3.
Meyakini keghaiban imam; (imam al-muntadhar= imam yang ditunggu kehadirannya).
Disebut juga doktrin al-ghaib wa al-raj?ah. Imam yang nampak menurut Ismailiyah
ada 7 orang, seperti Isma?il ibn Ja?far al-Shadiq. Ada 7 orang yang masih
bersembunyi, demi keamanan mereka. Ada imam yang kuat Pada masa al-Mu?tamid
(868-892 M) berkuasa mengembangkan doktrin imam ghaib. ?Ubaidillah al-Mahdi
mendirikan dinasti Fathimiyyah tahun 969 M. Imamiyah mengganggap imam ada yang
ghaib yaitu Muhammad al-Mahdi al-muntadhar. Imam yang ke 12 ini bersembunyi di
gua Samarra Irak pada tahun 874 M saat masih kecil. Al-Mahdi membimbing kaum
syi’ah melalui wakil-wakilnya. Imamiyah yang pengikut Isna Asyariyah
membagi kegaiban dua macam. a) ghaib sughra terjadi tahun 874-939 M. Pereode
ini imam membimbing lewat wakil-wakilnya. B) ghaib kubra, terjadi setelah 939
M, tidak pernah memperlihatkan dirinya kepada para wakil, tetapi selalu
membimbing pengikut syi?ah sampai kiamat. Imam Mahdi akan kembali ke bumi untuk
menegakkan kebenaran keadilan.
Perkembangan doktrin Syi?ah dipengaruhi oleh ;
a). Imam-imam Syi’ah hampir tidak pernah memegang kekuasaan, kecuali beberapa orang seperti Ali dan Ubaidillah dari daulah Fathimiyah. Mereka mempunyai semangat integritas dan kesalihan yang tinngi. Tetapi tidak memiliki pengalaman secara riil dalam berpolitik. Doktrin ma?sum imamah belum teruji dalam lapangan politik.
b). Kebiasaan warga Persia (Iran) yang mengagungkan raja dan menganggapnya sebagai penjelmaan Tuhan memunculkan keyakinan bahwa penguasa (raja) adalah sosok suci yang bebas dari dosa. Sabdanya suci, karena itu rakyat tertindas dengan sikap otoriternya.
c). Doktrin al-mahdi al-muntadhar dan al-raj?ah sebagai pelampiasaan sikap politik kalangan minoritas. Menunggu ratu adil datang (satu istilah yang pernah poluler di Indonesia). Setidaknya menjadi penghibur bagi kelompok ini yang sering mengalami penderitaan. Kelompok ini minoritas di masa Umayyah dan Abbasiyah yang selalu dikejar-kejar disiksa oleh penguasa.
d). Dalam perkembangan Syi’ah moderen, doktrin al-intidhar dikembangkan menjadi satu konsep yang maju dan realistis oleh Ali Syari’ati a) Pengikut Syi’ah diharuskan berjuang dengan berbagai cara untuk menentang penguasa dzalim b) intidhar diartikan menolak kejahatan, penindasan dan ketidak adilan c) intidhar juga diartikan sebuah perjuangan yang kontiniu untuk membebaskan yang tertindas dan mencari keadilan. Semangat Syari’ati ini yang dianggap satu keberhasilan dalam rangka menumbangkan rezim diktator dan Revolusi Islam di Iran bulan Pebruari 1979 yang dipimpin oleh Ayatullah Khomeni. Konsep imamah dijawabrkan oleh Khumeni tentang wilayatul faqih, artinya sambil menunggu imam yang gaib, pemimpin politik harus dijabat oleh seorang faqih, yaitu khomeni sendiri.
Konsep Politik Khawarij.
1.
Mengangkat khalifah (nasbul imamah)
bukan wajib syar’i, tetapi atas dasar
pertimbangan akal dan kemaslahatan umat manusia.
2.
Jabatan khalifah atas dasar
kemampuan; siapapun dapat mendudukinya, asalkan mampu. Mengutamakan non Arab
dan bukan monopoli Quraisy, serta tidak seperti Syi’ah. Lebih baik non Arab sehingga dapat menurunkannya atau
membunuhnya. Mereka mempunyai sikap picik dan ekstrim. Khawarij adalah kelompok
sparatis yang keluar dari kelompok Ali dan Muawiyah karena kecewa terhadap
tahkim (arbitrase) disetujuai antara Ali dan Muawiyah. Mereka membenci Ali dan
lebih membenci Mu’awiyah. Kebanyakan warganya
adalah suku Badui Arab, sulit menerima perbedaan pendapat.
3.
Lebih demokratis, karena mungatamakan
syura karena di justifikasi al-Qur’an yang sudah
terkubur oleh ambisi Mu’awiyah.
4.
Kepala negara bukan orang yang
sempurna, tetapi manusia biasa yang dapat melakukan salah dan dosa.
5.
Kepala negara yang menyimpang dari
semestinya dapat dibunuh.
6.
Khalifah harus dipilih oleh seluruh
rakyat secara bebas, karena itu tidak mengembangkan ‘ashabiyah (keluarga).
7.
Mengakui khalifah Abu Bakar, Umar,
Usman dan ?Ali sebelum peristiwa tahkim, karena seuai dengan tuntunan syariat
Islam.
Konsep politik Mu’tazilah;
1. Nasbul imam bukan
kewajiban syara?, tetapi hanya pertimbangan akal semata. Pengangkatan kepala
negara harus dengan pemilihan atas dasar musyawarah.
2. Pembentukan kepala negara
adalah bagian dari kewajiban melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan.
3. Menurut Abd Jabbar kepala
negara adalah orang biasa yang mengemban fungsi pemimpin politik dan spiritual
umat Islam. Ia tidak harus dari suku Quraisy (seperti halnya kaum sunni) dan
juga tidak maksum seperti keyakinan orang-orang syiah. Abd Jabbar mensyaratkan
kepala negara harus a) merdeka b) memiliki kekuatan akal, nalar yang sehat,
cerdas agar dapat melakukan tugas-tugasnya. c) menganut doktrin al-adl wa
al-tawhid dan d) berjiwa wara’.
4. Umat islam wajib taat
kepada kepala negara. Karena telah terpenuhi syarat-syarat di atas.
Komentar pokok-pokok alur pikir
politik empat alirab di atas;
a) Empat
aliran tersebut di atas tidak ada satupun yang menentukan lama jabatankepala
negara. Syi?ah dengan konsep ma?sum cenderung kepala negara seumur hidup.
Aliran Sunni dan Mu?tazilah memandang kekuasaan kepala negara tidak terbatas.
Khawarij kepala negara dapat diganti jika tidak dapat melaksanakan tugasnya.
Secara implisit tidak membatasi jabatannya.
b) Aliran sunni cenderung aristrokrasi (sistem pemerintahan yang dilakukan oleh kalangan ningrat = kaum Quraisy) dan monarki (kerjaan) ? diawali masa Umayah. Kepala negara sebagai bayang Tuhan di bumi cenderung teokrasi (pemerintahan yang berpedoman kepada hukum tuhan).
c) Aliran teokrasi yang
diwakili Syi?ah (kecuali Zaidiyyah) menganggap kepala negara adalah imam yang
ma?sum, diangkat berdasarkan penunjukkan Allah lewat wasiat Nabi, menjadikan
kepala negara mempunyai otoritas yang tidak terbatas.
d) Ajaran demokratis justru
dilahirkan oleh kalangan Khawarij (kelompok minoritas dari pedalaman) yang
menjadi bagian dari reaksi terhadap kalangan sunni ? syi?ah dan mu’tazilah.
Konsep politik Ibnu Taimiyah; Lahir di Harran dekat Damskus, Suria tahun 661 H ( 1263 M).
1) Jabatan khalifah (imamah) adalah amanat, dan nasbul imamah adalah kewajiban agama.
2) Kepala
negara disyaratkan cakap dan memiliki kemamuan. Mempunyai kekuatan (al-quwah)
dan integritas (taqwa).
3) Kepala
negara harus membelanjakan dana rakyat sesuai petunjuk al-Qur?an dan sunnah
Rasul yang dapat menjamin segala kewajiban keuangan dari negara. Kebutuhan
rakyat terpenuhi serta hak milik mereka dilindungi. Sebaliknya rakyat wajib
membayar segala kewajiban yang telah diwajibkan oleh negara.
4) Hukum pidana wajib ditegkkan, baik hak Allah seperti penyamun, pencuri, pelaku zina dll maupun hak manusia seperti pembnuhan, penganiayaan yang dapat berubah karena dimaafkan. Hukuman karena hak Allah tidak ada toleransi sama sekali, diberlakukan tanpa pandang bulu.
5) Musyawarah; Kepala negara harus bermusyawarah dengan para ahli. Ia harus mengikuti pendapat mereka sepanjang
4) Hukum pidana wajib ditegkkan, baik hak Allah seperti penyamun, pencuri, pelaku zina dll maupun hak manusia seperti pembnuhan, penganiayaan yang dapat berubah karena dimaafkan. Hukuman karena hak Allah tidak ada toleransi sama sekali, diberlakukan tanpa pandang bulu.
5) Musyawarah; Kepala negara harus bermusyawarah dengan para ahli. Ia harus mengikuti pendapat mereka sepanjang
mengikuti alur al-Qur?an dan
Sunnah Rasul saw.
6) Kepala
negara wajib menjamin keselamatan jiwa, harta, hak milik rakyat serta menjamin
berlakunya syariat Islam.
7) Kepala
negra wajib adil dan mampu menegakkan keadilan. Dia berseloroh, kepala negara
kafir dan adil lebih baik dari pada yang tidak adil.
Konsep Politik Imam Mawardi; Hidup di Baghdad antara 364-450 H atau 975-1059 M.
1) Imamah adalah kewajiban
agama. Ia diangkat Tuhan sebagai khalifah, raja, sultan atau kepala negara.
Dengan kata lain kepala negara adalah pemimpin agama dan politik.
2) Menentukan cara pemilihan
kepala negara. Ada dua cara 1) Ahlu al-Ikhtiar; mereka yang berwenang memilih
kepala negara untuk rakyatnya, harus memenuhi syarat a) adil b) mempunyai ilmu
pengetahuan yang memadai dan c) mempunyai wawasan luas dan arif. 2) ahlu
al-Imamah; mereka yang berhak mengisi jabatan kepala negara syarat-syaratnya a)
adil b)ilmu pengetahuan yang memadai c) sehat pendengaran, penglihatan dan
lissannya d) utuh anggota tubuhnya d) wawasan yang memadai untuk mengatur
kehidupan rakyat dan mengelola kepentigan umum e) keberanian yang memadai untuk
melindungi rakyat dan melawan musuh f) keturunan Quraisy.
Pengangkatan kepala negara melalui a) lembaga/dewan formatur ahlu halli wa al-aqdi b) penunjukkan atau wasiat kepala negara sebelumnya. Format Ahlu halli wa al-aqdi bermacam- macam; a) diambil dari perwakilan seluruh pelosok negeri b) paling sedikit lima orang. Contoh pemilihan Abu Bakar c) pemilihan sah dilakukan oleh 3 orang dengan persetuan dua orang yang lain (kalangan Kufah) dan d) cukup satu orang seperti pengangkatan Ali oleh Abbas pamannya. Al-Mawardi sangat hati-hati mengungkap cara pemilihan kepala negara. Ia menangkap fakta-fakta sejarah yang ditemukan, dengan demikian tidak ada sistem yang baku dalam wacana Islami ini.
3) Pembebasan jabatan imamah;
kepala negara dapat dibebaskan dari tugasnya jika menyimpang dari keadilan,
kehilangan panca indra atau organ tubuh yang lain atau kehilangan kebebasan
bertindak karena dibisiki orang-orang dekatnya atau tertawan. Hanya saja
cara/mekanisme pemberhentian jabatan ini tidak dikemukakan.
4) Mengangkat wazir (pembantu utama) dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Wazir ada 2 macam a) wazir tafwidh; pembantu utama hampir dalam semua urusan pemerintahan. Merumuskan kebijakan-kebijakan dengan kepala negara dan menangani segala urusan umat b) Mazir tanfidz menangani kalangan birokrat (pejabat tinggi negara).
4) Mengangkat wazir (pembantu utama) dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Wazir ada 2 macam a) wazir tafwidh; pembantu utama hampir dalam semua urusan pemerintahan. Merumuskan kebijakan-kebijakan dengan kepala negara dan menangani segala urusan umat b) Mazir tanfidz menangani kalangan birokrat (pejabat tinggi negara).
5) Teori kontrak sosial;
hubungan ahlu halli wa al-aqdi ? ahlu al-ikhtiar dengan imam adalah sebagai
kontrak sosial atau perjanjian atas dasar suka rela. Kontrak sosial melahirkan
hubungan timbal balik hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban imam serta hak dan
kewajiban rakyat secara spontan lahir dari kontrak tersebut.
Imam wajib
menjalankan tugas dan rakyat wajib tunduk kepadanya. Teori kontrak sosial
dilahirkan al-Mawardi pada abad XI sedangkan di Eropa pertama kali abad XVI,
salah satunya Hubert Languet (1519 ? 1581 M).
Teori
politik Modren;
1. Jamal al-Din al-Afghani
dan Mohammad Abduh;
Konsep
politik Jamal al-Din al-Afghani; lahir di As’adabad,
kanar wilayah Kabul, Afganistan tahun 1838. Abduh lahir di Mesir hilir tahun
1849. Pokok-pokok pikiran politik Afghani dan Abduh tidak banyak berbeda karena
jalinan guru dan muridnya. Teori politik mereka : Kedua tokoh ini terkenal
sebagai agitator dan konseptor perjuangan umat Islam.
Afghani
menghendaki bentuk negara menurut Islam adalah republik, karena terjamin
kebebasan berpendapat dan kepala negara harus tunduk kepada undang-undang. Sedangkan
Abduh tidak memformat bentuk negara. Artinya apapun bentuk negara asal
dikehendaki oleh masyarakat, sistem pemerintahannya dinamis. Mampu
menerjamahkan syari?ah untuk kemaslahatan rakyat dalam hal keduniaan. Pendapat
ini mirip komentar Ibnu Taimiyyah. Dalam negara republik, menurut Afghani yang
berkuasa adalah undang-undang dan hukum.
Lembaga
legislatif sebagai pembuat undang-undang, untuk memajukan kemaslahatn rakyat
secara dinamis.
Pemerintah
dan rakyat mempunyai hak dan kewajiban yang sama memelihara dasar-dasar agama.
Menurut Abduh pemerintah harus membuat al-Tasyri? al-Islam (undang-ungang
Islam) dengan jalan ijtihad, untuk mengatur kehidupan kaum muslimin dalam
urusan muamalah yang selalu berkembang, sebagai hasil dari penafsiran-penafsiran
dasar-dasar agama secara rasional dalam urusan syari?at secara luas.
Ada tiga
komponen pokok yang disampaikan Afghani - Abduh, agar umat Islam di dunia tidak
di jajah oleh Barat dan kejayaan Islam dapat direbut kembali:
1)
Kembali ke ajaran Islam yang masih
murni, meneladani pola hidup shahabat Nabi dan khulafa rasyidun.
2)
Perlawnan terhadap kolonialisme Barat
dan
3)
Pengakuan keunggulan Barat dan Islam
dapat belajar kepada mereka.
Jabatan dan pengalaman
Afghani ;
a) Afghani menguasai bahasa
Arab, Turki, Persia, Perancis dan Rusia, ia pernah hidup di Paris dan
menerbitkan majalah al-Urwah al-Wutsqa . Ia pernah menjadi menteri di
Afghanistan
b) Pernah menjadi pemimpin
pergerakan internasional anti kolonial-isme/imperalisme (politik menjajah)
Barat, setelah keluar dari Afghanistan.
c) Di Istambul diangkat
menjadi anggota Majlis Pendidikan. Kemudian meninggalkan kota ini karena
pikirannya yang revolusioner tentang ?seni?. Nubuwwah (kenabian) adalah seni.
Terus pindak ke Kairo Mesir, disambut para pengagum termasuk Abduh (kemudian
menjadi muridnya).
d) Pada tahun 1979, Afghani
diusir dari Mesir atas instigasi (dorongan) Inggris.
e) Pernah ditahan di Haider
abad dan di Kalkuta.
f) Tahun 1883 hidup di London kemudian pindah di Paris dan menerbitkan majalah berkala dalam berbahasa Arab al-Urwah al-Wutsqa bersama dengan Abduh.
f) Tahun 1883 hidup di London kemudian pindah di Paris dan menerbitkan majalah berkala dalam berbahasa Arab al-Urwah al-Wutsqa bersama dengan Abduh.
4. Abu al-A’la al-Maududi (1903-1979 M).
Maududi
lahir tanggal 25 September 1903 di Aurangabad, India Tengah dan wafat tanggal
23 September 1979 di rumah sakit New York Amerika Serikat. Ayah Maududi bernama
Ahmad hasan. Sejak kecil Maududi belajar kepada ayahnya sebagai seorang
pengikut sufi yang meninggalkan profesinya sebagai pengacara. Maududi terpaksa
harus meninggalkan Aurangabad dan hidup menumpang bersama abang tertua Maududi
di Haiderabad, karena desakan ekonomi dan ayahnya yang sakit. Maududi belajar
di Dar al-Ulum salah satu pendidikan tinggi di India yang mencetak ulama.
Beberapa peristiwa yang mengantarkan Maududi adalah sebagai berikut
1)
Pada tahun 1918 membantu abanya mengasuh
majalah Islam al-Madinah, dalam profesi ewartawanan dalam daerah jajahan
Inggir, disebut sebagai permulaan karir Maududi karena terpaksa harus belajar
bahasa Inggris.
2)
Tahun 1919 di India berdiri gerakan
Khilafah Islamiyah pada dinasti Utsmaniyah yang berpusat di Istambul. Maududi
menggabungkan diri dengan gerakan tersebut. Dia menjadi propagandis terkemuka
dalam gerakan ini, kemudian supaya memimpin penerbitan al-Jami?ah dari taun
1924-1928. dan juga sebagai penulis produktif.
3)
petunjuk untuk mengatur semua segi
kehidupan manusia, termasuk kehidupan politik. Islam haram mencontoh politik
Barat. Islam dapat mencontoh kehidupan al-Khulafa al-Rasyidun.
4)
Tahun 1925 terjadi perdebatan sengit antara
kebangunan Hindu dengan Islam ekstrim, karena pimpinan mereka dibunuh. Tahun
1927 Maududi menulis artikel tentang Perang dalam Islam yang dapat mendinginkan
keadaan. Butir-butir tulisannya dikemudian hari menjadi konsepsi Islam tentang
kemasyarakatan dan kenegaraan.
5)
Pokok-pokok Pikiran Maududi ;
Buku-buku Maududi yang berkaitan dengan kenegaraan banyak ditulis diantaranya
adalah Perang dalam Islam dan enam risalah ;
a) Teori
politik Islam.
b) Metode
revolusi Islam.
c) Hukum
Islam dan cara pelaksanaannya.
d)
Kodifikasi konstitusi Islam.
e) Hak-hak
golongan dzimmi dal;am negara Islam.
f) Prinsip-prinsip dasar bagi negara Islam.
Ada tiga dasar tentang
kenegaraan Islam ;
a.
Islam adalah agama yang paripurna,
lengkap sebagai
Kekuasaan tertinggi atau kedaulatan ditangan Allah. Umat Islam hanya pelaksana kefaulatan tersebut sebagai khalifah-khalifah di muka bumi. Gagasan kedaulatan rakyat tidak dibenarkan. Manusia harus tunduk kepada hukum-hukum yang tercantum dalam al-Qur?an maupun Sunnah Rasul saw. Maksud dengan khalifah-khalifah Allah di muka bumi adalah yang berwenang melaksanakan kedaulatan Allah yaitu semua umat Islam baik laki-laki ? perempuan.
Kekuasaan tertinggi atau kedaulatan ditangan Allah. Umat Islam hanya pelaksana kefaulatan tersebut sebagai khalifah-khalifah di muka bumi. Gagasan kedaulatan rakyat tidak dibenarkan. Manusia harus tunduk kepada hukum-hukum yang tercantum dalam al-Qur?an maupun Sunnah Rasul saw. Maksud dengan khalifah-khalifah Allah di muka bumi adalah yang berwenang melaksanakan kedaulatan Allah yaitu semua umat Islam baik laki-laki ? perempuan.
b.
Sistem politik Islam adalah satu
sistem universal tidak mengenal batas-batas dan ikatan-ikastan geografis,
bahasa dan kebangsaan.
Konsep kenegaraan Islam
sebagai berikut :
a) Sistem kenegaraan Islam
adalah teokrasi Islam (teokrasi murni), bukan demokrasi dan teokrasi seperti
Eropa, yaitu sitem kekuasaan negara pada kelas tertentu, kelas pendeta atas
nama Tuhan yang menyusun dan mengundangkan undang-undang atau hukum untuk
rakyat. Mereka dapat berlindung dibelakang hukum-huku Tuhan. Demokrasi
kekuasaan ditangan rakyat. Hukum dapat diubah atas dasar keinginan rakyat.
Negara teokrasi kekuasaan Tuhan berada di tangan umat Islam yang
melaksanakannya sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh al-Qur’an dan al-Hadits.
b) Pemerintah/Badan Eksekutif hanya dibentuk oleh umat Islam. Mereka yang mempunyai hak untuk memecat dari jabatannya. Soal-soal kenegaraan yang tidak terjawab dalam teks al-Qur’an dan al-Hadits (syariah), dapat diputuskan oleh kesepakatan umat Islam. Hak untuk menjelaskan-menafsirkan undang atau nash adalah bagi seseorang yang mencapai tingkat mujtahid.
c) Kekuasaan negara dilakukan
oleh tiga lembaga atau badan; legislatif, eksekutif dan yudikatif, dengan
ketentuan-ketentuan;
i. Kepala negara atu kepala badan eksekutif atau pemerintah merupakan pimpinan tertinggi negara yang bertanggung jawab kepada Allah dan kepada rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya harus selalu berkonsultasi dengan Majlis Syura yang mendapatkan kepercayaan dari umat Islam atau lembaga legislatif yang anggotanya dipilih melalui pemilihan.
i. Kepala negara atu kepala badan eksekutif atau pemerintah merupakan pimpinan tertinggi negara yang bertanggung jawab kepada Allah dan kepada rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya harus selalu berkonsultasi dengan Majlis Syura yang mendapatkan kepercayaan dari umat Islam atau lembaga legislatif yang anggotanya dipilih melalui pemilihan.
ii. Keputusan Majlis Syura
pada umunya diambil dengan suara terbanyak. Meskipun banyaknya suara tidak
dapat dijadikan ukuran kebenaran.
iii. Kepala negara tidak
harus mengikuti pendapat Majlis yang didukung suara terbanyak. Dia dapat
mengambil yang didukung oleh kelompok kecil dalam Majlis. Rakyat wajib
mengawasi dengan jeli kebijakan kepada negara. Jika menuruti hawa nafsu, mereka
berhak memecatnya.
iv. Abatan kepala negara,
keanggotaan majlis Syura atau jabatan-jabatan lain, tidak diambil dari
orang-orang yang ambisi atau mempunyai upaya untuk menduduki jabatan tersebut.
Karena itu bertentangan dengan jiwa Islam.
v. Anggota Majlis Syura tidak
terbagi dalam kelompok-kelompok Partai.
vi. Badan Yudikatif harus
mandiri, diluar lembaga eksekutif. Hakim tugasnya adalah melaksanakan
hukum-hukum Allah atas hamba-hambanya. Dalam pengadilan kedudukan kepala negara
sama tinggi dengan orang-orang lain.
d. Syarat-syarat kepada
negara adalah muslim, laki-laki, dewasa, sehat fisik dan mental,warga negara
yang baik, shalih dan kuat komitmen dalam Islam.
e. Keanggotaan Majlis terdiri
dari warga negara yang muslim, dewasa, laki-laki, terhitung shalih dan cukup
terlatih untuk menafsirkan dan menerapkan syari?ah dan menyusun undang-undang
yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi. Tugas Majlis adalah 1) merumuskan dalam peraturan perundang-undangan
petunjuk-petunjuk yang secara jelas telah ditetapkan dalam al-Qur’an dan Hadits serta peraturan pelaksanaanya 2) jika terda[pat
perbedaan penafsiran terhadap ayat al-Qur’an atau
hadits, maka memutuskan penafsiran mana yang ditetapkan 3) jika tidak terdapat
petunjuk yang jelas, menentukan hukum dengan memperhatikan semangat atau
petunjuk umum dari al-Qur’an dan
Hadits 4) dalam hal sama sekali tidak terdapat petunjuk-petunjuk dasar, dapat
saja menyusun dan mengesahkan undang-undang, asalkan tidak bertentangan dengan
huruf maupun jiwa syari’ah.
f. Kewargaan negara atas
dasar warga negara yang beragama Islam dan warga negara yang bukan Islam. Warga
negara yang bukan Islam disebut dzimmi (rakyat yang dilindungi).
3. Ali Abd Raziq (1888-1966
M).
Ali Abd Raziq
lahir di Mesir. Dia menjadi alumnus Al-Azhar Mesir, penganut Abduh dan pernah belajar ilmu ekonomi dan politik di Oxford
University Inggris. Ali Raziq seresif dan akomodatif terhadap peradaban Barat,
sehingga cenderung ajaranya ke arah nasionalisme (sekularisme), yang sudah
mulai tumbuh di kalangan cendekiawan Islam Mesir. Ia pernah menjadi Hakim
mahkamah syariyah di Mesir. Konsep-konsep politiknya dituangkan dalam bukunya
yang terkenal al-Islam wa Ushul al-Hukm (Islam dan dasar-dasar pemerintahan). Diterbitkan
pada tahun 1925 M. Hasil analisisnya yang mnyangkut konsep-konsep tata negara
dalam buku tersebut, banyak mendapat kritik dari kalangan ulama-ulama al-Azhar,
karena isinya mengkritik pola pemerintahan yang dilakukan oleh kelompok Islam
selama 13 abad, baik konsep politik yang disampaikan oleh ulama klasik maupun
abad pertengahan. Dia karena bukunya di kutuk dan dikucilkan ulama Mesir.
Diberhentikan dari jabatan hakim dan larangan menduduki jabatan pemerintahan.
Kesimpulan-kesimpulan Raziq merupakan hasil penelitian dan analisis terhadap
ayat-ayat al-Qur’an serta kepemimpinan nabi
Muhammad saw. Rasyid Ridha sebagai murid Abduh menerbitkan buku al-Khilafat au
al-Imamamh al-Udzma sebagai tanggapan/reaksi buku Raziq. Raziq membagi tiga
karya tulisnya;
1)
Khilafah; definisi, ciri-ciri khusus
dan mempertanyakan bahwa mendirikan khilafah adalah kewajiban agama. Dia
mengemukakan bahwa baik dari segi agama dan ratio pola pemerintahan khilafah
tidak perlu.
2)
Pemerintahan dalam Islam; perbedaan antara
risalah (misi kenabian) dan pemerintahan. Kesimpulannya; bahwa risalah kenabian
adalah bukan pemerintahan dan agama bukan negara.
3)
Lembaga khalifah pemerintahan; Raziq membedakan mana
khilafah Islamiyah dan mana negara Arab.
Pokok-pokok
kritik Raziq ;
a)
Mendirikan khilafah adalah tidak
wajib. (wajiba syar’i =
kewajiban bagi umat Islam). Ayat-ayat al-Qur’an dan
Hadits nabi hampir tidak ada secara implisit menjelaskan tentang kewajiban
mendirikan khilafah atau pemerintahan.
Pernyataan ini berbeda dengan Ridha
dan ulama lain yang menegaskan bahwa mendirikan khilafah adalah wajib agama.
Menurut Raziq, nabi pernah menyatakan bahwa pimpinan umat Islam dari suku
Quraisy. Barang siapa telah baiat kepada pemimpin, dia harus mematuhi
perintahnya ? selama tidak maksiat. Dua pernyataan ini menurut Raziq tidak
dapat diartikan bahwa Islam mewajibkan umatnya untuk mendirikan khilafah. Ulama
juga ijma? bahwa mendirikan khilafah juga wajib. Menurut Raziq pengangkatan
khalifah sejak Abu Bakar sampai zamannya belum pernah pengangkatan khalifah
atas dasar ijma?. Lebih lanjut menegaskan, pada umunya pengangkatan khalifah
terjadi bentrok fisik dan ketajaman senjata. Pemerintah tidak harus berbentuk
khilafah tetapi dapat beraneka ragam, apakah kerajaan, republik ataupun yang
lain.
b) Raziq menggunakan pola pemikiran Barat tentang teori politik yang dikupas oleh Thomas Hobbes dan John Locke. Akan tetapi menurut Munawir Sazali kurang tepat. Thomas Hobbes menurut Raziq, menganggap bahwa kekuasaan raja datang dari Tuhan atau mandat Ilahi. Teori Hobbes yang benar adalah kekuasaan raja tidak berasal dari Tuhan, melainkan absolut dan mutlak dan tidak bertanggung jawab kepada siapapun. Kontrak sosial Hobbes menganggap bahwa raja melakukan kontrak sosial dengan rakyat, raja tidak ikut dan bukan merupakan suatu pihak dari kontrak tersebut. Dengan kontrak tersebut rakyat sepakat mengangkat seorang raja. Rakyat menyerahkan segala haknya termasuk kebebasan, kepada raja dengan imbalan bimbingan, pimpinan dan perlindungan. Raja tidak terikat oleh perjanjian itu. Teori John Locke menurut Raziq menyatakan bahwa kekuasaan raja datang dari rakyat melalui satu kontrak sosial. Sebenarnya teori kontrak sosial Locke adalah kontrak antara raja dan rakyat. Kemudian tiimbul hak dan kewajiban pada dua pihak yang berkontrak. Rakyat menyerahkan hak-hak mereka, termasuk kebebasan mereka kepada raja disertai sumpah setia untuk mematuhinya. Sebagai imbalan raja menjanjikan bimbingan dan perlindungan serta pengelolaan negara sebaik-baiknya.
c) Nabi Muhammad semata-mata adalah seorang rasul saja, yang punya missi mendakwahkan ajarannya. Tidak bermaksud mendirikan negara dan tidak mempunyai kekuasaan duniawi maupun pemerintahan. Tidak juga mendirikan kerajaan.
b) Raziq menggunakan pola pemikiran Barat tentang teori politik yang dikupas oleh Thomas Hobbes dan John Locke. Akan tetapi menurut Munawir Sazali kurang tepat. Thomas Hobbes menurut Raziq, menganggap bahwa kekuasaan raja datang dari Tuhan atau mandat Ilahi. Teori Hobbes yang benar adalah kekuasaan raja tidak berasal dari Tuhan, melainkan absolut dan mutlak dan tidak bertanggung jawab kepada siapapun. Kontrak sosial Hobbes menganggap bahwa raja melakukan kontrak sosial dengan rakyat, raja tidak ikut dan bukan merupakan suatu pihak dari kontrak tersebut. Dengan kontrak tersebut rakyat sepakat mengangkat seorang raja. Rakyat menyerahkan segala haknya termasuk kebebasan, kepada raja dengan imbalan bimbingan, pimpinan dan perlindungan. Raja tidak terikat oleh perjanjian itu. Teori John Locke menurut Raziq menyatakan bahwa kekuasaan raja datang dari rakyat melalui satu kontrak sosial. Sebenarnya teori kontrak sosial Locke adalah kontrak antara raja dan rakyat. Kemudian tiimbul hak dan kewajiban pada dua pihak yang berkontrak. Rakyat menyerahkan hak-hak mereka, termasuk kebebasan mereka kepada raja disertai sumpah setia untuk mematuhinya. Sebagai imbalan raja menjanjikan bimbingan dan perlindungan serta pengelolaan negara sebaik-baiknya.
c) Nabi Muhammad semata-mata adalah seorang rasul saja, yang punya missi mendakwahkan ajarannya. Tidak bermaksud mendirikan negara dan tidak mempunyai kekuasaan duniawi maupun pemerintahan. Tidak juga mendirikan kerajaan.
5. Khumaini;
Pokok-poko pikirannya ;
1)
Khomeni sebagai pelopor revolusi Iran
tahun 1979, degan teori baru mencabut Unang-undang Sipil membuat fiqih syi?ah
yang baru.
2)
Umat Islam wajib membuat pemerintahan
atau nasbul imam hukumnya wajib, sebab aturan-aturan Islam tanpa ada kekuasaan
eksekutif tidak ada gunanya dan tidak efektif.
3)
Kaum muslimin wajib taat kepada ulil
amri disamping taat kepada Allah dan rasulNya.
4)
Ajaran Islam lengkap memuat berbagai
aspek kehidupan baik persoalan politik, ekonomi, sosial mapun kebudayaan.
5)
Negara adalah instrumen bagi
pelasksanaan undang-undang Tuhan dimuka bumi. Otoritas pembuat undang-undang
dan kedaulatan adalah ditangan Allah swt.
Khomaini menulis buku tentang politik yaitu Kasyf al-Asror (menyingkap rahasia) dan Hukumat fi Islam . Ia agak dipengaruhi oleh pemikiran al-Farabi tentang negara kota atau (al-madinah al-fadilah).
Khomaini menulis buku tentang politik yaitu Kasyf al-Asror (menyingkap rahasia) dan Hukumat fi Islam . Ia agak dipengaruhi oleh pemikiran al-Farabi tentang negara kota atau (al-madinah al-fadilah).
6)
Al-Na’im ;
7. Sistem Politik Islam di Indonesia
Dalam wacana politik Islam, Munawir
Sjadzali berpendapat bahwa hubungan agama ? negara mempunyai tiga aliran 1)
Islam adalah agama paripurna, mencakup semua aspek kehidupan, termasuk masalah
negara. Oleh karena itu agama tidak dapat dipisahkan dengan negara 2) Islam
tidak berhubungan dengan persoalan negara, karena tidak mengatur persoalan
pemerintahan. Menurut aliran ini, Muhammad saw tidak mempunyai misi mengatur
negara 3) Islam hanya mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai tentang
kehidupan bernegara. Umat Islam harus mengembangkan sendiri tata nilai
tersebut.
Terlepas dari komentar tersebut
diatas, kalangan sunni (sebagai mayoritas masyarakat Indonesia) - berdasarkan
kajian diatas, sebenarnya tidak memisahkan antara agama dan negara, karena dua
persoalan tersebut menjadi satu kesatuan. Pendapat seperti ini dimunculkan
kalangan sunni salafi al-Ghazali, al-Mawardi serta Ibnu Taimiyyah. Ibnu
Taimiyah lebih tegas berpendat, tanpa kekuasaan negara, agama dalam bahaya dan
negara tanpa hukum yang bersumber wahyu akan menjadi otoriter atau tangan besi.
Menurut Hussein Muhammad, Islam di
Indonesia, terdapat dua model hubungan; a) hubungan integralistik dan b) hubungan
simbiosis ? mutualitik.
1. Integralistik artinya hubungan antara negara. Agama tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, karena menjadi satu kestuan. Negara menjadi satu lembaga politik yang mengayomi kepentingan agama. Agama dan hukum Islam (syari’ah) dapat diberlakukan dengan kawalan negara (para penguasa). Model seperti ini sudah diberlakukan saat kehidupan Rasul di Madinah, Khulafa al-Rasyidun dan dinasti-dinasti sesudahnya. Konsep negara seperti ini dikenal dengan teokrasi.
1. Integralistik artinya hubungan antara negara. Agama tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, karena menjadi satu kestuan. Negara menjadi satu lembaga politik yang mengayomi kepentingan agama. Agama dan hukum Islam (syari’ah) dapat diberlakukan dengan kawalan negara (para penguasa). Model seperti ini sudah diberlakukan saat kehidupan Rasul di Madinah, Khulafa al-Rasyidun dan dinasti-dinasti sesudahnya. Konsep negara seperti ini dikenal dengan teokrasi.
2. Simbiosis mutualitik; negara dan agama berhubungan karena sama-sama
membuthkan. Agama menjadi bagian yang terpenting dalam urusan negara, karena
tanpa agama dapat terjadi dekadensi moral.
Di Indonesia ada tiga kategori
pemerintahan yang sekaligus bersinggungan dengan umat Islam, sejak Orde Lama,
Orde Baru dan masa Reformasi.
1)
Presiden Soekarno (Orde Lama)
berusaha memisahkan urusan negara dengan agama. Konsep ini mencontoh M. Kemal
Attaruk di Turki. Soekarno sebagai kelompok nasionalis berbeda pendapat dengan
M. Natsir sebagai kelompok modernis. Natsir berpendapat ajaran agama harus
masuk program negara. Negara harus mengurus agama, sedangkan norma-norma negara
sejalan dengan ketentuan agama.
2)
Presiden Soeharto ( Orde Baru: orde tatanan);
pada masa ini dapat dibedakan dalam tiga macam;
a) Antagonistik (saling berhadap-hadapan) atau hubungan hegemonik antar Islam dengan Pemerintah, Awal Orde Baru s/d tahun 1970-an. Menurut Masykuri Abdullah; Pada mulanya pemerintah mencurigari agama ? Islam. Orde Baru sangat khawatir pada politisi Islam yang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan massa. Pada sisi lain pemerintahan ini juga didukung oleh kekuatan militer yang banyak berasal dari kalangan abangan dan priyayi (aristokrat dan birokrat jawa).
b. Masa
penjinakan idealisme politik Islam atau hubbungan resiprokal= hubungan timbal
balik. Pereode tahun 1980-an. Pemerintahan Orde Baru memperlakukan Islam
sebagai agama dan sistem kepercayaan pemeluknya. Pemerintah mendorong berbagai
aktivitas keagamaan namun membatasi berbagai aktivitas politik Islam. Suasana
ini hampir mirip saat Snouck berkuasa di Nusantara. Kebijakan yang sangat
kontrofersi adalah penetapan ?Asas Tunggal Pancasila? bagi semua parpol dan
ormas di Indonesia. Menurut Azyumardi Azra program de-islamisai politik di Indonesia
tamat.
c) Menjelang tahun 1990 an,
disebut Bulan Madu; Umat Islam dan
pemerintah berbulan madu. Menurut Munawir masa ini kepentingan umat Islam
banyak terakomodasi oleh pemerintah. Beberapa lembaga yang dapat berdampingan dengan
pemerintah terbentuk, seperti ICMI, Bank Muamalat, BPR Syari’ah, Festifal Istiqlal, Penetapan UU Sisdiknas, UU Peradilan
Agama. Lebih lanjut menurut Munawir, di saat ini justru tidak ada partai Islam,
tetapi kehidupan keagamaan bagi umat Islam sangat baik.
3) Masa Reformasi;
dimulai sejak lengsernya Soeharto dan diganti dengan BJ Habibie. Pada masa ini
dianggap sebagi tonggak awal sejarah demokrasi dalam arti luas. Simpul-simpul
otoritarianisme terbuka. Kebebasan berpolitik di lepas. Bebas mengekspresikan
ajaran-ajaran agama. Pada saat ini lahir 48 parpol dalam Pemilu 1999. Parpol
dan Ormas bebas menentukan azaz. Pemeluk agama Konghucu misalnya, bebas mengadakan
kegiatan keagamaan disaat Gus Dur menjadi Presiden. Pada Pasca Reformasi
hubungan agama dan negara sangat menggembirakan,
namun pemerintah belum mengeluarkan kebijakan politik tentang agama.
Lahirnya
partai yang dimotori kalangan Islam seperti PKB, PAN, PKS dan partai lain,
dapat diasumsikan bahwa sistem siyasah syar?iyah telah masuk dalam perpolitikan
di Indonesia. Istilah ahlu halli wa al-aqdi dalam lembaga negara dan al-sulthah
tasyri?iyyah, al-sulthah tanfidziyah dan al-sulthah qadhaiyah, seperti
legislatif, ekssekutif dan yudikatif sampai hari dipergunakan dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia.
8. Damai dan Perang.
Ulama
berbeda pendapat dalam menentukan identitas suatu negara. 1) didasarkan atas
hukum yang berlaku di suatu negara apakah Islam atau bukan 2) didasarkan atas
kenyamanan-keamanan rakyat dalam mengamalkan agama dan 3) didasarkan atas pemegang
kekuasaan negara tersebut, apakah penguasa muslim atau bukan. Kemudian bebarapa
ahli memerinci sebagai berikut ;
a)
Abu Yusuf (w. 182 H) tokoh madzhab
Hanafi berpendapat Dar al-Islam adalah suatau negara yang memberlakukan hukum
Islam, meskipun penduduknya banyak non muslim. Termasuk pendapat al-Kisani,
suatu negara menjadi dar al-Islam jika memberlakukan hukum Islam.
b) Syayid al-Qutub (w 1387 H)
tokoh Ikhwanul Muslimin, menganggap suatu negara mejadi dar al-Islam (negara
Islam) jika menerapkan hukum Islam baik penduduk tersebut berbaur dengan ahl
al-dzimmi.
c) Imam Rafi’I (w 623 H) menganggap dar al-Islam adalah suatu negara yang
dipimpin oleh orang Islam (muslim). Pendapat ini didasrkan kepada pemegang
kekuasaan di suatu negara.
d) Imam Abu
Hanifah (80-150 H) berpendapat Dar al-Islam adalah suatu negara yang
masyarakatnya merasa nyaman melaksanakan hukum Islam, sedangkan dar al-harab
sebaliknya.
e) Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah (w
751 H) Dar al-Islam adalah satu negara yang dihuni oleh mayoritas muslim serta
berlaku hukum Islam, sedangkan dar al-hara sebaliknya.
Dalam hubungan internasional sebuah negara, terdapat
suatu pertanyaan apakah damai atau perang. Pada awal pembentukan negara, perang
dianggap sebagai cikal bakal satu negara. Apakah dalam mempertahankan
eksistensi negara (daerah) yang dihuni oleh masyarakat atau melakukan ekspansi
untuk memperluas pengaruh ke luar. Abdul Wahhab Khallaf dalam konsep siyasah
dawliyah , menjawab dengan dua pernyataan:
1)
Sekelompok ulama berpendapat;
mempertimbangkan hukum asal dalam konteks siyasah dawliyah adalah (al-ashlu fi
al-‘alaqah al-harab) prinsip dalam
hubungan internaional adalah perang. Perang menjadi bagian tak terpisahkan,
jika umat Islam harus mempertahankan eksistensi diri dan negara serta menolak
kedzliman ataupun fitnah. Dasar yang melatarbelakangi ketentuan ini adalah
beberapa ayat QS al-Baqarah [2] : 216, al-Nisa : 74, al-Anfal : 65 dan
al-Tawbah.
2)
Kelompok yang lain berpendapat bahwa
hukum asal dalam hubungan internasional adalah (al-ashlu fi al-alaqah al-silm). Prinsip
dalam hubungan internasional adalah damai. Damai merupakan manifestasi dari
ayat 13 QS al-Hujurat yang intinya saling mengenal antar invidu maupun kelompok
ataupun bangsa. Bagian ini merupakan misi sosial umat manusia yang diutamakan
dalam ayat tersebut. Pernyataan ini bersandar pada makna isyarat ayat dalam QS
al-Baqarah [2]: 190-191, al-Nisa [4] :75, al-Anfal [8] : 39 dan al-Hajj [22]
:39. Pada perkembangan berikutnya pendapat ke dua inilah yang dianggap paling
populer.
3)
Dalam istilah siyasah dawliyah,
peperangan terjadi akibat sistem politk yang ada antar dua negara atau lebih,
tidak dapat menyerap dan memecahkan ketegangan antar dua pihak. Misi perdamaian
dalam Islam antar hubungan negara tidak lain untuk saling mengenal dan menolong,
karena itu :
a) Perang tidak akan dilakukan
kecuali dalam keadaan terpaksa/darurat.
b) Tawanan perang diperlakukan
manusiawi.
c) Perang segera dihentikan jika
satu pihak ingin damai.
d) Menganggap sebagai musuh
kepada orang yang tidak mau perang.
Kewajiban suatu negara kepada negara lain;
Kewajiban suatu negara kepada negara lain;
1) Menghormati hak-hak negara
lain, sebagai kewajiban bertetangga.
2) Saling membantu dalam
kebaikan.
3) Melaksanakan
perjanjian yang telah disepakatinya.
4) Menghormati
orang asing, sebagai bagian karomah insaniyah.
Perang atau al-jihad adalah upaya optimal untuk membela atau mempertahankan agama Islam dari segala ancaman musuh atau orang kafir yang memerangi. Jihad atau al-qital pada dasarnya sesuatu yang dibenci oleh agama seperti hanlnya QS al-Baqarah [2]:216 Kutiba ?alaikum al-qitalu wahwa kurhun lakum?. Perang dapat dilakukan jika jalan buntu untuk perdamaian tidak dapat dilaksanakan atau dakwah Islamiyah diganggu atau orang Islam diserang.
Perang atau al-jihad adalah upaya optimal untuk membela atau mempertahankan agama Islam dari segala ancaman musuh atau orang kafir yang memerangi. Jihad atau al-qital pada dasarnya sesuatu yang dibenci oleh agama seperti hanlnya QS al-Baqarah [2]:216 Kutiba ?alaikum al-qitalu wahwa kurhun lakum?. Perang dapat dilakukan jika jalan buntu untuk perdamaian tidak dapat dilaksanakan atau dakwah Islamiyah diganggu atau orang Islam diserang.
Dalam
sejarah Islam dakwah yang dilakukan oleh Muhammad saw di saat beliau membawa
misi risalah ada empat periode a)
dakwah secara rahasia b) dakwah secara terbuka c) dakwah kepada
penguasa-penguasa dan ba?iat Anshar untuk perang dan c) aplikasi syar?iat Islam
secara menyeluruh.
Menurut
banyak ulama Tafsir bahwa ayat pertama tentang ijin perang dengan kalangan
musyrik adalah QS al-Haj [22} ; 39;
أذن للذ ين يقا تلون بأنهم ظلموا وإن الله علي نصرهم لقد ير .
Telah diizinkan perang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.
Ayat ini
diturunkan saat Rasul melakukan perjalanan hijrah ke Madinah, karena di usir
dari Makkah. Dalam hadits riwayat Tirmidzi, Abu Bakar terinspirasi ayat ini,
kelak akan terjadi perang denga kafir Quraisy. Dalam konteks pemerintahan
pernyataan perang biasanya disampaikan oleh kepala negara, jika dengan perang
tersebut menjadi alternatif penyelesaian yang terbaik, karena jalan damai tidak
dapat ditemukan.
Tujuan Perang;
Tujuan perang (al-Jihad fi
sabil Allah) adalah :
1) Mempertahankan diri.
2) Misi dakwah Islamiyah.
Untuk kapasitas
internasional, dalam Konferensi Internasional di Den
Haag menentukan bahwa perang yang dibenarkan adalah :
1.
Untuk mempertahankan diri dari
serangan yang terjadi.
2.
Melindungi hak negara yang sah yang
dilanggar oleh negara lain tanpa sebab yang dapat diterima.
Etika perang;
1) Tidak boleh membunuh
anak-anak.
2) Dilarang membunuh wanita
yang tidak ikut perang dan dilarang memperkosa. Pelaku pemerkosa dikenai had
zina.
3) Dilarang membunuh orang tua
yang tidak ikut perang.
4) Tidak memotong, merusak
pohon-pohon, sawah ladang.
5) Tidak merusak binatang
ternak, kecuali untuk dimakan.
6) Tidak
boleh merusak tempat-tempat ibadah.
7) Dilarang
mencincang-cincang mayat musuh.
8) Dilarang membunuh pendeta
dan para pekerja yang tidak ikut perang.
9) Bersikap sabar, tidak
balas dendam atau mencari duniawi.
10) Tidak melampaui batas.
Daftar Pustaka
Sadzali,
Munawir, Islam dan Tata Negara: Ajaran, sejarah da pemikiran. Jakarta: UI
Press,1990
Haludhi,
khuslan dan Sa’id, Abdurrohim, Integrasi Budi Pekerti Dalam Pendidikan Agama
Islam. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2004
Ibrahim .
wordpress.com
Muhammad Zulfian .
Multiply.com
Poetra boemi .
wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar